FAKTOR PSIKOLOGIS
Faktor
psikologi merupakan faktor
yang sangat berpengaruh dalam performa atlet, selain faktor fisik, taktik dan
teknik. Faktor mental atau psikologi juga sangat berkontribusi dalam
mempengaruhi pencapaian prestasi atlet, tidak hanya itu faktor psikologi juga
berpengaruh terhadap penyebab cederanya atlet maupun masa pemulihannya terhadap
cedera tersebut. Teori kesatuan psiko-fisik berkembang karena para ahli
menyadari bahwa orang yang keadaan kejiwaannya mengalami gangguan, karena rasa
susah, gelisah atau ragu-ragu menghadapi sesuatu, ternyata mempengaruhi kondisi
fisiknya. Akibat rasa susah dan gelisah menghadapi masa depan, seseorang kurang
dapat tidur nyenyak, sehingga akhirnya mempengaruhi tingkahlaku dan
penampilannya. Sebaliknya
keadaan fisik yang kurang sehat, karena sedang sakit, sesudah mengalami
kecelakaan dan cidera, juga dapat mempengaruhi kejiwaan individu yang
bersangkutan, kurang dapat memusatkan perhatian pada masalah yang dihadapi,
kurang dapat berfikir dengan tenang, kurang dapat berfikir dengan cepat,
dsb-nya.
Semua gejala
emosional seperti: rasa takut, marah, cemas, stress, penuh harap, rasa senang
dsb, dapat mempengaruhi perubahan-perubahan kondisi fisik seseorang. Perasaan
atau emosi dapat memberi pengaruh-pengaruh fisiologik seperti: ketegangan otot,
denyut jantung, peredaran darah, pernafasan, berfungsinya kelenjar-kelenjar
hormon tertentu. Sehubungan itu semua maka jelaslah bahwa gejala psikik akan mempengaruhi
penampilan dan prestasi atlet. Dalam hubungan ini pengaruh gangguan emosional
perlu diperhatikan, karena gangguan emosional dapat mempengaruhi
"psychological stability" atau keseimbangan psikik secara
keseluruhan, dan ini berakibat besar terhadap pencapatan prestasi atlet.
Dalam
melakukan kegiatan olahraga, lebih-lebih untuk dapat mencapai prestasi yang
tinggi, diperlukan berfungsinya aspek-aspek kejiwaan tertentu : misalnya untuk
mencapai prestasi yang tinggi dalam cabang olahraga panahan atau menembak, maka
atlet harus dapat memusatkan perhatian dengan baik, penuh percaya diri, tenang,
dapat berkonsentrasi penuh meski ada gangguan angin atau suara, dll-nya.
Untuk menjadi peloncat indah atau peloncat
menara yang berprestasi tinggi, atlet yang bersangkutan harus memiliki rasa
percaya diri, keberanian, daya konsentrasi, kemauan keras, koordinasi gerak
yang baik, dan rasa keindahan ini semua akan dapat terganggu apabila atlet yang
bersangkutan mengalami gangguan mental. Emosi atau perasaan atlet perlu
mendapat perhatian khusus dalam olahraga, karena emosi atlet di samping
mempengaruhi aspek-aspek kejiwaan yang lain (akal dan kehendak), juga mempengaruhi
aspek-aspek fisiologisnya sehingga jelas akan berpengaruh terhadap peningkatan
atau merosotnya prestasi atlet.
Beberapa factor yang ternyata berpengaruh terhadap tingkat
cedera yang di derita oleh atlit di antaranya :
1.
Faktor kepribadian
Faktor
kepribadian adalah faktor yang pertama yang berhubungan dengan cidera
atlet.
Para peneliti ingin memahami apakah konsep diri,
pengaruh dari dalam maupun luar dan berpikir keras
sangat berhubungan
dengan cidera tersebut.
Atlet
yang mempunyai konsep diri yang rendah mudah terkena cidera dibandingkan dengan atlet
yang mempunyai konsep diri tinggi.
Penelitian terbaru menunjukan bahwa faktor personality
seperti optimisme, percaya diri, ketabahan dan kecemasan berperan dalam cidera
atlet.
2.
Tingkat stress
Telah
diidentifikasi bahwa tingkat stress berperan penting dalam
cidera atlet.
Penelitian telah membuktikan hubungan antara tekanan hidup
dan tingkat cidera. Pengukuran tingkat stres ini di fokuskan pada perubahan
hidup,contohnya masalah keuangan, suasana lingkungan
yang kurang mendukung, atau perubahan status ekonomi. Secara
keseluruhan bukti-bukti menunjukan bahwa atlet dengan pengalaman
tekanan hidup yang lebih tinggi lebih sering cidera dibandingkan atlet
dengan tekanan hidup yang lebih rendah. Sebaiknya para instruktur profesional
sebaiknya memahami perubahan ini, secara hati-hati memonitor dan memberikan
pelatihan hidup secara psikologis. Penelitian juga telah mengidentifikasi
stress muncul pada atlet ketika cidera dan ketika di rehabiitasi
saat cidera. Contohnya kurangnya perhatian dan terisolasi.
A.
Hubungan Stres dan cedera
Ada dua teori yang akan
menjelaskan hubungan antara stress dan cidera.
a)
Perhatian yang terganggu
Satu hal
yang pasti adalah bahwa stress akan menganggu perhatian seorang atlit dengan
kurangnya perhatian akan sekelilingnya. Contohnya seorang pemain sepak bola
yaitu gelandang bertahan yang terkena stress tinggi maka akan berkemungkinan
mengalami cedera karena tidak merasa focus dengan serangan lawan maka bisa saja
factor benturan serta tackling dengan lawan terjadi yang bisa menyebabkan
cedera baginya dan bagi lawan. Dan hal itu akan terjaga baik apabila rasa
stress nya mulai mereda dan fokusnya ke pertandingan mulai membaik dan berjalan
lancar.
b)
Ketegangan otot
Stress
tingkat tinggi dapat timbul bersamaan dengan ketegangan otot yang bertentangan
dengan kondisi normal dan meningkatkan peluang untuk cidera. pelatih
yang mempunyai seorang
atlet
yang kehidupannya mengalami perubahan dari segi kehidupan serta lingkungan,
sebaiknya sangat memperhatikan sikap atlit tersebut , jika menunjukan
tanda-tanda ketegangan otot atau sulit untuk fokus ketika tampil,
adalah hal yang bijak diberikan pelatihan stress.
c)
Faktor psikologi lainnya
Hal lain yang menyebabkan stress
menurut ahli psikologi adalah beberapa sikap para pelatih, seperti :
1)
Act
Tough and give 110%
Semboyan atau slogan seperti
berusaha keras atau pulang, tidak sakit tidak ada penghargaan, pergi untuk bertempur adalah
ucapan-ucapan pelatih untuk menyemangati. Para pelatih
memaksa atlit-atlit mereka bekerja keras atau selalu
mengambil
resiko. Seharusnya kata-kata ini tidak ditekankan terlalu sering, sehingga atlet
siap mengambil resiko, seperti menekel lawan dalam sepakbola sehingga terjadi
cidera.
2)
Jika kamu cidera kamu
tidak berharga
Beberapa
orang merasa tidak berharga ketika mereka terluka, sikap ini berkembang melalui
beberapa hal. Pelatih boleh menyampaikan, menyadarkan bahwa kemenangan adalah
lebih penting di bandingkan kesejahteraan atlet. Ketika seorang pemain atau atlet cidera,
tidak memberikan kontribusi untuk menang. Atlet yang cidera
terkadang tetap bermain sehingga
cideranya semakin parah.
B. Peran
psikologi olahraga dalam cidera dan rehabilitasi
Psikologi memfasilitasi proses pemulihan
cidera, lebih mengunakan pendekatan holistik untuk penyembuhan baik pikiran
maupun fisik. Memahami psikologi pemulihan cidera adalah sangat penting bagi
semua yang terlibat dalam olahraga dan latihan.
1.
Pemulihan Psikologi
Peneliti melakukan
wawancara, menilai sikap dan pandangan, stress dan control stress, dukungan
sosial, positif self-talk (kata hati), imajinasi penyembuhan, penetapan tujuan
dan keyakinan. Mereka menemukan bahwa atlet yang mempunyai positive self talk
yang tinggi akan mengalami penyembuhan yang lebih cepat dibanding dengan atlet
yang mempunyai self talk positive yang rendah. Selain itu faktor yang penting dalam proses rehabilitasi
adalah emosi dan motivasi atlet selama masa rehabilitasi. Atlet yang mempunyai
emosi yang baik dalam hal ini mematuhi peraturan medis selama proses
penyembuhan akan dapat mempercepat proses penyembuhan, motivasi atlet selama
proses rehabilitasi juga mempengaruhi keberhasilan pemulihan.
Pendekatan holistic merupakan
pendekatan yang sangat disarankan oleh ahli psikologi untuk pemulihan cidera
atlet. Berikut langkah-langkah proses penyembuhan dan pemulihan secara
psikologi.
1)
Tahap cidera
Membantu atlet menghadapi pergolakan emosi pada saat cidera.
2)
Tahap rehabilitasi dan pemulihan
Membantu atlet mempertahankan motivasi dan kepatuhan terhadap
aturan rehabilitasi
3)
Tahap kembali ke aktifitas penuh
Kesembuhan
penuh tidaklah lengkap sampai atlet kembali ke keadaan normal dalam
olahraganya. Di awal cidera atau fase penyakit, yang harus dilakukan adalah
fokus pada membantu menangani pergolakan emosi atlet yang cidera. Atlet
mengalami kondisi stress karena tidak memahami cidera atau kondisi cidera,
sehingga dokter perlu memberi penjelasan kaitannya dengan seberapa parah
cideranya. Tahap rehabilitasi dan pemulihan, pada tahapan ini atlet yang
mengalami cidera dibantu dalam mempertahankan motivasi, dan aturan
rehabilitasi. Penetapan tujuan dan mempertahankan sikap positif, terutama pada
saat cidera atau kemunduran fisik. Tahap terakhir adalah kembali pada aktifitas
penuh meskipun secara fisik atlet sudah sembuh, kesembuhan belum lengkap sampai
dia kembali kondisi normal dalam berolahraga. Selain itu ada beberapa hal
penting yang harus dipahami, memfasilitasi proses rehabilitasi, membangun
hubungan dengan atlet yang cidera, mendidik atlet tentang proses dan pemulihan
cidera, mengajarkan ketrampilan psikologis, mempersiapkan atlet untuk mengatasi
kemunduran, membina dukungan sosial, dan belajar atau mendorong atlet untuk
belajar dari atlet lain yang cidera.
2.
Membangun hubungan dengan atlet cidera.
Ketika atlet cidera,
mereka sering mengalami ketidakpercayaan atas cedera tersebut, frustasi,
kemarahan, kebingungan, dan kerentanan. Emosi tersebut dapat menyulitkan bagi penolong
untuk menjalin hubungan dengan atlet yang mengalami cidera. Dengan berempati
dapat membantu memahami bagaimana perasaan orang yang cidera. Membangun
hubungan, jangan terlalu memberi harapan dengan pemulihan cepat. Sebaiknya,
bersikap positif dan melakukan pendekatan tim untuk pemulihan. Jadi perlunya
kebersamaan dalam proses penyembuhan, sehingga atlet lebih termotivasi dan
mempunyai pikiran positif.
3.
Mendidik atlet yang cidera tentang
proses dan pemulihan cidera.
Atlet yang cidera atau
pertama kali cidera, biasanya belum paham tentang apa yang terjadi pada
dirinya. Memberikan pemahaman secara praktis dapat membantu atlet memahami
cidera, misalkan atlet gulat yang mengalami cidera patah tulang, seorang
pelatih memberi penjelasan dengan sebuah tongkat yang di patahkan menyerupai
apa yang terjadi pada atlet. Secara tidak langsung atlet memahami apa yang
terjadi atau kondisi pada dirinya sendiri. Selain itu perlu dijelaskan pada
atlet yang cidera waktu kesembuhannya, misalkan dalam waktu 3 bulan sembuh atau
pulih, tidak boleh di katakan atau di jelaskan dalam 1 bulan sembuh atau pulih,
karena hal ini dapat berdampak pada sikap atlet dan dapat menyebabkan
kemunduran pemulihan.
4.
Mengajar ketrampilan psikologis
tertentu.
Ketrampilan psikologis
sangat penting diajarkan kepada altlet yang cedera untuk
rehabilitasi kaitannya dengan penetapan tujuan, positif self-talk,
imagery/visualisasi dan pelatihan relaksasi.
5.
Mengajarkan bagaimana mengatasi
kemunduran performa.
Rehabilitasi cidera
bukan ilmu yang pasti. Setiap orang pulih pada tingkat yang berbeda, dan
kemunduran adalah hal yang biasa. Jadi, orang atau atlet yang cidera perlu
belajar mengatasi kemunduran. Memberikan informasi pada atlet selama tahapan
rehabilitasi akan terjadi kemunduran, dan pada saat yang sama mendorong atlet
untuk mempertahankan sikap positif. Kemunduran adalah normal dan tidak perlu
panik, jadi tidak perlu berkecil hati. Dengan demikian sasaran rehabilitasi
perlu untuk dievaluasi dan didefiniskan ulang secara berkala.
6.
Memupuk dukungan social
Dukungan sosial sangat
penting untuk atlet yang mengalami cidera. Dukungan sosial ini misalkan
dukungan emosional dari teman-teman dan orang terdekat,Berikut petunjuk
pemberian dukungan sosial:
1) Dukungan sosial sebagai sumber daya yang memfasilitasi. Hal ini
dapat mengurangi stres, meningkatkan mood, meningkatkan motivasi untuk
rehabilitasi, dan meningkatkan kepatuhan pengobatan. Dengan demikian,
upaya-upaya harus dilakukan untuk memberikan dukungan sosial kepada atlet yang
cidera.
2)
Jenis dukungan sosial yang dibutuhkan atlet bervariasi di setiap
tahap rehabilitasi. Sebagai contoh di fase cidera, dukungan informasi sangat
penting, sehingga atlet jelas dan memahami cidera yang dialami. Pada tahap
pemulihan diperlukan pelatih yang dapat membantu memotivasi dan mematuhi
rencana rehabilitasi.
3) Meskipun umumnya membantu, dukungan sosial dapat memiliki efek
negatif terhadap atlet yang cidera. Hal ini terjadi dimana penyedia dukungan
tidak memiliki hubungan yang baik dengan atlet, tidak memiliki kredibiltas di
mata atlet, atau dukungan keterpaksaan dari atlet lain. Atlet melihat dukungan
sosial bermanfaat ketika jenis dukungan sesuai dengan kebutuhan mereka dan
penyampaian informasi yang baik bagi mereka.
1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar